Ini adalah cerita perjumpaan saya dengan burung serindit
jawa di Taman Nasional Baluran tahun 2012. Sebenarnya tulisan ini sudah saya
tulis sejak lama namun lupa belum saya posting hehehe. Judulnya adalah latepost
yang terlalu lama.
Tak disangka dalam perjalanan saya yang kedua di Baluran,
saya dapat berjumpa dengan burung hijau kecil yang bernama serindit jawa
(Loriculus pussilus). Walaupun telah sejak lama malang melintang di dunia
perburungan, baru kali ini saya melihat serindit jawa langsung di alamnya.
Burung paruh bengkok berwarna hijau dengan ciri khas tenggorokan berwarna
kuning dan tunggir merah itu sangat sulit ditemukan di daerah Semarang tempat
saya menimba ilmu.
Saya segera membidikan binok di tangan saya ketika melihat
adanya pergerakan daun di pohon kersen dekat tempat saya berdiri. Dan tak
disangka, pergerakan tersebut disebabkan oleh serindit jawa yang sedang mencari
buah kersen masak untuk dimakannya. Tak ayal saya merasa kaget sekaligus senang
karena ini merupakan perjumpaan saya yang pertama dengan burung keluarga
psitaciidae itu.
Serindit jawa |
Sejenak kemudian memori saya langsung kembali ke masa 20
tahun silam ketika saya masih kecil dan tinggal di sebuah desa asri di
kabupaten wonosobo. Ketika itu, bapak punya sebuah senapan angin dan gemar
sekali berburu hewan terutama burung. Hampir setiap hari beliau selalu
berjalan-jalan di sekitar desa untuk berburu burung bersama teman-temannya.
Bapak berburu tidak untuk tujuan dikonsumsi atau dijual, namun hanya sebagai
kegemaran dan pemuas nafsu belaka.
Suatu sore, bapak saya pulang berburu dan membawa seekor
burung hijau kecil berparuh bengkok yang baru pertama kali saya lihat. Saya
tanya pada bapak : "Manuk nopo niku pak?", Dan bapak saya menjawab
:"manuk srindit". Itulah perkenalan awal saya dengan burung serindit,
burung yang baru ditembak bapak saya.
Serindit jawa atau dalam bahasa inggrisnya disebut dengan
yellow throated hangging parrot adalah burung endemik jawa yang kini telah
mulai langka. Persebaran burung pemakan buah ini terbatas pada hutan-hutan yang
jauh dari aktivitas warga. Padahal dulu, burung ini cukup banyak dan tidak
terlalu sulit diumpai. Bapak saya pernah bercerita bahwa dulu disekitar desa
kami, serindit dapat dijumpai dengan mudah di pohon beringin besar di pemakaman desa.
Namun kini di sekitar desa kami, tidak pernah lagi terlihat serindit karena
habis ditangkap manusia, mungkin bapak saya juga ikut andil dalam menghilangnya
populasi serindit itu.
Untungnya sekarang bapak sudah tidak suka berburu burung
lagi, entah karena bosan atau karena malu dengan anaknya yang telah menjelma
menjadi seorang pemerhati burung hehehe. Senapannya kini tergantung rapi di
almari dan saya harap tidak akan pernah dikeluarkan lagi untuk menembak burung.
0 komentar
Post a Comment